Sabtu, 03 Mei 2014

DUKUNGAN PERSALINAN BERDASARKAN EVIDENCE BASED DALAM ASUHAN KEBIDANAN INTRANATAL


DUKUNGAN PERSALINAN OLEH SUAMI

 
 
DUKUNGAN PERSALINAN

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Angka kematian ibu dan bayi merupakan tolak ukur dalam menilai derajat kesehatan suatu bangsa. Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih cukup tinggi. Menurut SDKI terdapat sebanyak 359 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2013). Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia, seperti halnya di negara lain adalah perdarahan, infeksi, dan eklampsia (Saifuddin, 2009). Selain itu faktor penting lainnya yang berpengaruh terhadap kematian ibu melahirkan antara lain pemberdayaan perempuan yang tidak begitu baik, latar belakang pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat dan politik. Tingginya angka kematian ibu di Indonesia salah satunya juga dikarenakan kurangnya perhatian dari laki – laki terhadap ibu hamil dan melahirkan (Depkes RI, 2007).
Berdasarkan tingginya angka kematian ibu dan perinatal yang dialami sebagian besar negara berkembang, maka WHO menetapkan salah satu usaha yang sangat penting untuk dapat mencapai peningkatan pelayanan kebidanan yang menyeluruh dan bermutu yaitu dilaksanakannnya praktek berdasar pada evidence based. Dimana bukti secara ilmiah telah dibuktikan dan dapat digunakan sebagai dasar praktek terbaru yang lebih aman dan diharapkan dapat mengendalikan asuhan kebidanan sehingga mampu memberikan pelayanan yang lebih bermutu dan menyeluruh dengan tujuan menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian perinatal.
Persalinan merupakan masa yang cukup berat bagi ibu, dimana proses melahirkan layaknya sebuah pertaruhan hidup dan mati seorang ibu, terutama pada ibu primipara, dimana mereka belum memiliki pengalaman melahirkan. Rasa cemas dapat timbul akibat kekhawatiran akan proses kelahiran yang aman untuk dirinya dan bayinya (Bobak, Jensen & Lowdermilk, 2004).
Dukungan sosial sangatlah penting diberikan kepada ibu dalam proses persalinan. Dukungan yang diberikan dapat dilakukan oleh suami, keluarga, teman dekat, atau tenaga profesional kesehatan. Salah satu prinsip asuhan sayang ibu yaitu mengikutsertakan suami dan keluarga selama proses persalinan dan kelahiran bayi (Depkes RI, 2004). Pemerintah Indonesia melalui Departemen Kesehatan mengkampanyekan program “Suami Siaga” pada tahun 1999 – 2000 dalam rangka meningkatkan peran suami dalam program “Making Pregnancy Safer”. Tujuan dari program ini untuk meningkatkan pengetahuan, keterlibatan, dan partisipasi suami terhadap pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir (Depkes RI, 2001). Dukungan yang terus menerus dari seorang pendamping persalinan kepada ibu selama proses persalinan dan melahirkan dapat mempermudah proses persalinan dan melahirkan, memberikan rasa nyaman, semangat, membesarkan hati ibu dan meningkatkan rasa percaya diri ibu, serta mengurangi kebutuhan tindakan medis (Nakita, 2004). Di negara berkembang, beberapa RS besar terlalu dipadati oleh persalinan resiko rendah sehingga dukungan personal dan privasi tidak dapat diberikan. Di Indonesia, tidak semua RS mengizinkan suami atau anggota keluarga lainnya menemani ibu di ruang bersalin. Hampir seluruh persalinan berlangsung tanpa didamping oleh suami atau anggota keluarga lainnya. Pendamping persalinan hanya dapat dihadirkan jika ibu bersalin di beberapa RS swasta, rumah dokter praktik swasta atau bidan praktik swasta.
Banyak penelitian yang mendukung kehadiran orang kedua saat persalinan berlangsung. Penelitian oleh Hodnett, 1994 ; Simpkin, 1992 ; Hofmeyr, Nikodem & Wolmann, 1991; Hemminki, Virta & Koponen, 1990 yang dikutip dari Depkes tahun 2001 menunjukkan bahwa ibu merasakan kehadiran orang kedua sebagai pendamping dalam persalinan akan memberikan kenyamanan pada saat persalinan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa kehadiran seorang pendamping pada saat persalinan dapat menimbulkan efek positif terhadap hasil persalinan, dapat menurunkan rasa sakit, persalinan berlangsung lebih singkat dan menurunkan persalinan dengan operasi termasuk bedah caesar (Astuti,  2006).
Penelitian lain tentang pendamping atau kehadiran orang kedua dalam proses persalinan, yaitu oleh Dr. Roberto Sosa (2001) yang dikutip dari Musbikin dalam bukunya yang berjudul Panduan Bagi Ibu Hamil dan Melahirkan menemukan bahwa para ibu yang didampingi seorang sahabat atau keluarga dekat (khususnya suami) selama proses persalinan berlangsung, memiliki resiko lebih kecil mengalami komplikasi yang memerlukan tindakan medis daripada mereka yang tanpa pendampingan. Ibu – ibu  dengan pendamping dalam menjalani persalinan, berlangsung lebih cepat dan lebih mudah. Dalam penelitian tersebut, ditemukan pula bahwa kehadiran suami atau kerabat dekat akan membawa ketenangan dan menjauhkan sang ibu dari stress dan kecemasan yang dapat mempersulit proses kelahiran dan persalinan, kehadiran suami akan membawa pengaruh positif secara psikologis, dan berdampak positif pula pada kesiapan ibu secara fisik (Musbikin, 2005).
Berdasarkan uraian di atas kami tertarik untuk membuat makalah tentang asuhan kebidanan intranatal yaitu  “Dukungan Persalinan berdasarkan Evidence Based”.  

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah pada makalah ini yaitu : Bagaimanakah dukungan persalinan berdasarkan evidence based dalam asuhan kebidanan intranatal ?


C.    Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dukungan persalinan berdasarkan evidence based dalam asuhan kebidanan intranatal.

D.    Manfaat Penulisan
1.      Bagi Tenaga Kesehatan
Sebagai bahan masukan atau informasi bagi tenaga bidan maupun tenaga kesehatan lainnya untuk memberikan pelayanan kebidanan yang berpusat pada keluarga  dan untuk memenuhi kebutuhan psikososial ibu, khususnya membuat kebijakan yang memberikan posisi pada suami untuk terlibat aktif dalam pendampingan persalinan.
2.      Bagi Penulis
Dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam penerapan  asuhan kebidanan dukungan persalinan berdasarkan evidence based.


BAB II
PEMBAHASAN


A.    Evidence Based Midwifery (Practice)
Berdasarkan tingginya angka kematian ibu dan perinatal yang dialami sebagian besar negara berkembang, maka WHO menetapkan salah satu usaha yang sangat penting untuk dapat mencapai peningkatan pelayanan kebidanan yang menyeluruh dan bermutu yaitu dilaksanakannnya praktek berdasar pada evidence based. Evidence Based Midwifery adalah penggunaan mutakhir terbaik yang ada secara bersungguh sungguh, eksplisit dan bijaksana untuk pengambilan keputusan dalam penanganan pasien perseorangan (Sackett et al,1997). Evidenced Based Midwifery (EBM) ini sangat penting peranannya pada dunia kebidanan karena dengan adanya EBM maka dapat mencegah tindakan – tindakan yang tidak diperlukan/ tidak bermanfaat bahkan merugikan bagi pasien, terutama pada proses persalinan yang diharapkan berjalan dengan lancar dan aman sehingga dapat menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi.

B.     Asuhan Persalinan Normal
Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37 – 42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Saifuddin, 2007).
Di dalam asuhan persalinan terdapat lima aspek yangdisebut juga sebagai lima benang merah yang perlu mendapatkan perhatian. Kelima aspek tersebut yaitu :
1.      Aspek Pemecahan Masalah yang diperlukan untuk menentukan Pengambilan Keputusan   Klinik (Clinical Decision Making).
2.      Aspek Sayang Ibu yang Berarti sayang Bayi
3.      Aspek Pencegahan Infeksi
4.      Aspek Pencatatan (Dokumentasi)
5.      Aspek Rujukan
Kelancaran proses persalinan mulai dari kala satu hingga kala empat dapat ditunjang oleh beberapa faktor internal dan eksternal dalam persalinan. Bobak, Lowdwermilk & Perru (2004) dan Ricci & Kyle (2009) menyebutkan ada lima faktor utama yang mempengaruhi persalinan yaitu penumpang (janin dan plasenta), jalan lahir, kekuatan ibu bersalin (kontraksi), posisi ibu saat melahirkan (faktor maternal), dan respon psikologis ibu.




C.    Dukungan Persalinan berdasarkan Evidence Based Midwifery (EBM)
1.      Definisi
Dukungan persalinan adalah asuhan yang sifatnya mendukung yaitu asuhan yang bersifat aktif dan ikut serta dalam kegiatan selama persalinan merupakan suatu standar pelayanan kebidanan, dimana ibu dibebaskan untuk memilih pendamping persalinan sesuai keinginannya, misalnya suami, keluarga atau teman yang mengerti tentang dirinya.
2.      Macam – macam Dukungan Persalinan
a.       Dukungan fisik
Dukungan fisik adalah dukungan langsung berupa pertolongan langsung yang diberikan oleh keluarga atau suami kepada ibu bersalin.
b.      Dukungan emosional
Dukungan emosional adalah dukungan berupa kehangatan, kepedulian maupun ungkapan empati yang akan menimbulkan keyakinan bahwa ibu merasa dicintai dan diperhatikan oleh suami, yang pada akhirnya dapat berpengaruh kepada keberhasilan.
Persalinan adalah saat menegangkan dan menggugah emosi bagi ibu dan keluarga. Persalinan menjadi saat yang menyakitkan dan menakutkan bagi ibu, karena itu pastikan bahwa setiap ibu mendapatkan asuhan sayang ibu selama persalinan dan kelahiran. Asuhan ibu yang dimaksud berupa dukungan emosional dari suami dan anggota keluarga lain untuk berada di samping ibu selama proses persalinan dan kelahiran.
Suami dianjurkan untuk melakukan peran aktif dalam mendukung ibu dan mengidentifikasi langkah – langkah yang mungkin untuk kenyamanan ibu. Hargai keinginan ibu untuk menghadirkan teman atau saudara untuk menemaninya (Depkes RI, 2002). Dukungan suami dalam proses persalinan akan memberi efek pada sistem limbic ibu yaitu dalam hal emosi, emosi ibu yang tenang akan menyebabkan sel – sel neuronnya mensekresi hormon oksitosin yang reaksinya akan menyebabkan kontraktilitas uterus pada akhir kehamilan untuk mengeluarkan bayi (Guyton, 1997).
3.      Faktor – faktor yang Mempengaruhi Peran Pendamping Persalinan
Menurut Hamilton (1995) faktor – faktor yang mempengaruhi peran pendamping persalinan antara lain :
a.       Sosial ekonomi
Keadaan sosial ekonomi keluarga akan mempengaruhi proses pendampingan suami ketika istri melahirkan, suami yang mempunyai tingkat sosial ekonomi yang mapan akan lebih cenderung memperhatikan dan mendampingi istrinya pada saat melahirkan, hal ini berbeda dengan suami yang mempunyai status sosial ekonomi yang kurang mampu, suami lebih cenderung untuk kurang memperhatikan istri pada saat bersalin, suami lebih sibuk untuk mencari biaya persiapan persalinan bagi istrinya.
b.      Budaya
Keadaan budaya mempengaruhi psoses pendampingan suami pada saat istri melahirkan, ada beberapa budaya dan sistem religi yang tidak memperbolehkan suami melihat istri melahirkan karena bertentangan dengan nilai budaya dan sistem religi yang dianut oleh individu.
c.       Lingkungan
Keadaan lingkungan mempengaruhi psoses pendampingan suami pada saat istri melahirkan, individu yang berada pada lingkungan pedesaan, kebiasaannya suami tidak mau untuk mendampingi istri pada saat persalinan, suami merasa takut dan tidak tega melihat istrinya melahirkan.
d.      Pengetahuan
Pengetahuan individu akan mempengaruhi pelaksanaan pendampingan suami terhadap istri pada saat melahirkan, suami yang mempunyai pengetahuan yang baik akan berusaha semaksimal mungkin memberikan dukungan pendampingan pada saat istrinya melahirkan, hal ini dikarenakan dukungan pendampingan akan memberikan motivasi yang besar kepada istri pada saat melahirkan, begitu pula sebaliknya suami yang mempunyai pengetahuan yang kurang, biasanya tidak mendampingi pada saat istrinya melahirkan, hal ini dikarenakan ketidaktahuan akan manfaat pendampingan suami terhadap istri pada saat melahirkan
e.       Umur
Suami yang mempunyai usia yang muda, biasanya tidak mendampingi pada saat istrinya melahirkan, hal ini dikarenakan suami merasa takut dan tidak tega melihat istrinya melahirkan. Kategori umur suami dalam pendampingan persalinan < 20 tahun dikategorikan dalam usia muda, diatas 20 tahun atau kurang dari 35 tahun dapat dikategorikan dalam usia dewasa dan suami yang memiliki usia > 35 tahun dikategorikan dalam usia matang/ tua yang akan mempengaruhi pelaksanaan pendampingan suami terhadap istri pada saat melahirkan, suami yang mempunyai usia matang (dewasa) akan berusaha semaksimal mungkin memberikan dukungan pendampingan pada saat istrinya melahirkan, hal ini dikarenakan kematangan usia untuk berusaha mengerti tentang psikologis istri pada saat persalinan.
f.       Pendidikan
Pendidikan juga dapat dikatakan sebagai proses pendewasaan pribadi. Pendidikan kesehatan merupakan proses yang mencakup dimensi dan kegiatan intelektual, psikologi dan social yang diperlukan untuk meningkatkan kemampuan individu dalam pengambilan keputusan secara sadar dan yang mempengaruhi kesejahteraan diri, keluarga, masyarakat. Individu yang berpendidikan akan mempunyai pengetahuan tentang pentinganya pendampingan pada saat persalinan dan mereka cenderung melakukan pendampingan pada saat persalinan, sebaliknya individu yang tidak berpendidikan pengetahuannya akan kurang dan mereka cenderung tidak melakukan pendampingan saat persalinan.
4.      Bentuk Dukungan Persalinan
a.       Dukungan Bidan
1)      Memanggil ibu sesuai namanya, menghargai dan memperlakukannya dengan baik.
2)      Menjelaskan proses persalinan kepada ibu dan keluarganya.
3)      Mengajurkan ibu untuk bertanya dan membicarakan rasa takut atau khawatir.
4)      Mendengarkan dan menanggapi pertanyaan dan kekhawatiran ibu.
5)      Mengatur posisi yang nyaman bagi ibu
6)      Memenuhi asupan cairan dan nutrisi ibu
7)      Keleluasaan untuk mobilisasi, termasuk ke kamar kecil
8)      Penerapan prinsip pencegahan infeksi yang sesuai
9)      Pendampingan anggota keluarga selama proses persalinan sampai kelahiran bayinya.
10)  Menghargai keinginan ibu untuk memilih pendamping selama persalinan.
11)  Penjelasan mengenai proses/ kemajuan/ prosedur yang akan dilakukan
12)  Mengajarkan suami dan anggota keluarga mengenai cara memperhatikan dan mendukung ibu selama persalinan dan kelahiran bayinya seperti :
a)   Mengucapkan kata – kata yang membesarkan hati dan memuji ibu.
b)   Membantu ibu bernafas dengan benar saat kontraksi.
c)   Melakukan massage pada tubuh ibu dengan lembut.
d)  Menyeka wajah ibu dengan lembut menggunakan kain.
e)   Menciptakan suasana kekeluargaan dan rasa aman.
b.      Dukungan Keluarga
Salah satu yang dapat mempengaruhi psikis ibu adalah dukungan dari suami atau keluarga.  Dukungan minimal berupa sentuhan dan kata –kata pujian yang membuat nyaman serta memberi penguatan pada saat proses menuju persalinan berlangsung hasilnya akan mengurangi durasi kelahiran.
1)      Pendampingan
Pendamping merupakan keberadaan seseorang yang mendampingi atau terlibat langsung sebagai pemandu persalinan, dimana yang terpenting adalah dukungan yang diberikan pendamping persalinan selama kehamilan, persalinan, dan nifas, agar proses persalinan yang dilaluinya berjalan dengan lancar dan memberi kenyamanan bagi ibu bersalin (Sherly, 2009).
Menurut Lutfiatus Sholihah (2004) selama masa kehamilan, suami juga sudah harus diajak menyiapkan diri menyambut kedatangan sikecil, karena tidak semua suami siap mental untuk menunggui istrinya yang sedang kesakitan.
Pendampingan persalinan yang tepat harus memahami peran apa yang dilakukan dalam proses persalinan nanti. Peran suami yang ideal diharapkan dapat menjadi pendamping secara aktif dalam proses persalinan. Harapan terhadap peran suami ini tidak terjadi pada semua suami, tergantung dari tingkat kesiapan suami menghadapi proses kelahiran secara langsung. Ada tiga jenis peran yang dapat dilakukan oleh suami selama proses persalinan yaitu peran sebagai pelatih, teman satu tim, dan peran sebagai saksi (Bobak, Lowdermilk dan Perry, 2004).
Peran sebagai pelatih diperlihatkan suami secara aktif dalam membantu proses persalinan istri, pada saat kontraksi hingga selesai persalinan. Ibu menunjukkan keinginan yang kuat agar ayah terlibat secara fisik dalam proses persalinan (Smith, 1999; Kainz dan Eliasson, 2010). Peran sebagai pelatih ditunjukkan dengan keinginan yang kuat dari suami untuk mengendalikan diri dan ikut mengontrol proses persalinan. Beberapa dukungan yang diberikan suami dalam perannya sebagai pelatih antara lain memberikan bantuan teknik pernafasan yang efektif dan memberikan pijatan di daerah punggung. Suami juga memiliki inisiatif untuk lebih peka dalam merespon nyeri yang dialami oleh ibu, dalam hal ini ikut membantu memantau atau mengontrol  peningkatan nyeri. Selain itu suami juga dapat memberikan dorongan spiritual dengan ikut berdoa.
Hasil penelitian Kainz & Eliasson 2010 terhadap 67 ibu primipara di Swedia menunjukkan bahwa peran aktif suami yaitu membantu bidan untuk memantau peningkatan rasa nyeri, mengontrol adanya pengurangan nyeri, dan mengontrol kontraksi. Selain peran tersebut, para suami juga memberikan bantuan untuk menjadi advokat ketika ibu ingin berkomunikasi dengan bidan selama proses persalinan. Pada persalinan tahap satu dan tahap dua, sering kali fokus bidan ditujukan kepada bayi, sehingga ibu merasa kesulitan untuk berbicara dengan bidan. Dalam kondisi ini, kehadiran suami akan sangat membantu jika suami peka dengan apa yang ingin dikatakan istrinya dan berusaha menyampaikannya kepada bidan.
Tingkatan peran yang kedua adalah peran sebagai teman satu tim, ditunjukkan dengan tindakan suami yang membantu memenuhi permintaan ibu selama proses persalinan dan melahirkan. Dalam peran ini suami akan berespon terhadap permintaan ibu untuk mendapat dukungan fisik, dukungan emosi, atau keduanya (Bobak, Lowdermilk, & Perry, 2004). Peran suami sebagai teman satu tim biasanya sebagai pembantu dan pendamping ibu, dan biasanya suami dingatkan atau diberitahukan tentang perannya oleh bidan. Smith (1999) dan Kainz Eliasson (2010) menjelaskan bentuk dukungan fisik yang dapat diberikan yaitu dukungan secara umum seperti memberi posisi yang nyaman, memberikan minum, menemani ibu ketika pergi ke kamar kecil, memegang tangan dan kaki, atau menyeka keringat yang ada di dahi ibu, dan membantu ibu dalam pemilihan posisi yang nyaman saat persalinan. Bentuk dukungan fisik yang menggunakan sentuhan, menunjukkan ekspresi psikologis dan emosional suami yaitu rasa peduli, empati, dan simpati terhadap kondisi ibu yang sedang merasakan nyeri hebat dalam proses persalinan (Smith, 1999).
Sementara itu, dukungan emosional yang dapat diberikan oleh suami antara lain membantu menenangkan ibu dengan kata – kata yang memberikan penguatan (reinforcement) positif seperti memberi dorongan semangat mengedan saat kontraksi serta memberikan pujian  atas kemampuan ibu saat mengedan. Ibu dapat merasakan ketenangan dan mendapat kekuatan yang hebat ketika suaminya menggenggam tangannya (Kainz & Eliasson, 2010). Pengaruh psikologis inilah yang menjadi salah satu nilai lebih yang mampu diberikan oleh suami kepada istrinya. Oleh karena itu, kehadiran suami dalam proses persalinan perlu diberikan penghargaan yang tinggi dan perlu mendapat dukungan dari bidan yang menolong persalinan.
Suami yang hanya berperan sebagai saksi menunjukkan keterlibatan yang kurang dibandingkan peran sebagai pelatih atau teman satu tim. Dalam berperan sebagai saksi, suami hanya memberi dukungan emosi dan moral saja (Bobak, Lowdermilk, & Perry, 2004). Biasanya suami tetap memperhatikan kondisi ibu bersalin, tetapi sering kali suami hanya menunggu istri di luar ruang persalinan, dan melakukan aktivitas lain seperti tertidur, menonton tv, atau meninggalkan ruangan dalam waktu yang agak lama. Perilaku ini ditunjukkan suami karena mereka yakin tidak banyak yang dapat mereka lakukan, sehinga menyerahkan sepenuhnya pada penolong persalinan. Alasan suami memilih peran hanya sebagai saksi karena kurangnya kepercayaan diri atau memang kehadirannya kurang diinginkan oleh istri.
Ketiga peran suami dalam proses persalinan dapat diidentifikasi dari keinginan dan pengetahuan suami tentang peran utamanya sebagai pendamping persalinan. Sikap suami untuk menjadi pendamping persalinan dapat ditunjukkan dengan tindakannya dalam antisipasi persalinan. Suami dapat mempersiapkan sendiri sebelum hari persalinan, seperti mempersiapkan segala kebutuhan selama mendampingi istri di rumah sakit atau tempat bersalin. Suami dapat meminta informasi atau mengajukan pertanyaan kepada dokter, bidan, atau perawat untuk mengatahui apa yang dapat diterima, dipertimbangkan atau ditolak.
2)      Manfaat Pendampingan
Bagi suami yang siap mental mendampingi istrinya selama proses persalinan dapat memberikan manfaat seperti :
a)      Ikut bertanggung jawab mempersiapkan kekuatan mental istri dalam menghadapi persalinan
b)      Memberi rasa tenang dan penguat psikis pada istri
Suami adalah orang terdekat yang dapat memberikan rasa aman dan tenang yang diharapkan istri selama proses persalinan. Ditengah kondisi yang tidak nyaman, istri memerlukan pegangan, dukungan dan semangat untuk mengurangi kecemasan dan ketakutannya.
c)      Selalu ada bila dibutuhkan
Dengan berada di samping istri, suami siap membantu apa saja yang dibutuhkan istri.
d)     Kedekatan emosi suami – istri bertambah
Suami akan melihat sendiri perjuangan hidup dan mati sang istri saat melahirkan anak sehingga membuatnya semakin sayang kepada istrinya.
e)      Menumbuhkan naluri kebapakan
f)       Suami akan lebih menghargai istri
Melihat pengorbanan istri saat persalinan suami akan dapat lebih menghargai istrinya dan menjaga perilakunya. Karena dia akan mengingat bagaimana besarnya pengorbanan istrinya.
g)      Membantu keberhasilan IMD
IMD merupakan Inisiasi Menyusui Dini yang akan digalakkan oleh pemerintah untuk meningkatkan kesehatan ibu dan bayi. IMD akan tercapai dengan adanya dukungan dari suami terhadap istrinya.
h)      Pemenuhan nutisi
Nutrisi ibu saat melahirkan akan terpenuhi karena tugas pendamping adalah memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan tubuh ibu yaitu dengan cara pemberian makan dan minum saat kontraksi rahim ibu mulai melemah.


i)        Membantu mengurangi rasa nyeri saat persalinan
Dengan adanya  pendamping maka akan memberikan rasa nyaman dan aman bagi ibu yang sedang mengalami persalinan karena adanya dukungan dari orang yang paling di sayang sehingga mampu mengurangi rasa sakit dan nyeri yang dialami.
j)        Ibu yang memperoleh dukungan emosional selama persalinan akan mengalami waktu persalinan yang lebih singkat, intervensi yang lebih sedikit, sehingga hasil persalinan akan lebih baik.
5.      Faktor Penghambat Peran Pendamping
Bila suami tidak bersedia mendampingi saat proses persalinan, ibu sebaiknya jangan berkecil hati, mungkin suami tidak tega melihat istrinya kesakitan, jadi jangan paksa suami karena hal ini berakibat fatal. Kehadiran suami tanpa tekanan dari luar, pada proses persalinan akan sangat penting dalam membantu istri terutama jika suami tahu banyak tentang proses melahirkan. Para suami sering mengeluh betapa tertekannya mereka karena sama sekali tidak tahu apa yang harus dikerjakan untuk menolong istrinya. (Lutfiatus Sholilah, 2004).
Situasi atau kondisi dimana suami tidak bisa mendampingi selama proses persalinan seperti:
a.       Suami tidak siap mental
Umumnya suami tidak tega, lekas panik, saat melihat istrinya kesakitan atau tidak tahan bila harus melihat darah yang keluar saat persalinan. Tipe suami seperti ini bukanlah orang yang tepat menjadi pendamping diruang bersalin. Faktor penyebab ketakutan dan kecemasan suami terhadap proses persalinan menurut Martin, 2008; Sapkota, Kobayashi & Takase, 2010) diantaranya : 
1)      Takut dengan ancaman kematian istri dan bayinya
2)      Cemas dengan proses persalinan yang penuh tekanan
3)      Kurang keyakinan dan percaya diri menjadi pendamping persalinan
4)      Kurangnya dukungan sosial
b.      Tidak diizinkan pihak RS
Beberapa RS tidak mengizinkan kehadiran pendamping selain petugas medis bagi ibu yang menjalani proses persalinan, baik normal maupun caesar. Beberapa alasan yang diajukan adalah kehadiran pendamping dapat mengganggu konsentrasi petugas medis yang telah membantu proses persalinan, tempat yang tidak luas dan kesterilan ruang operasi menjadi berkurang dengan hadirnya orang luar.
c.       Suami sedang dinas
Apabila suami sedang dinas ketempat yang jauh sehingga tidak memungkinkan untuk pulang untuk menemani istri bersalin tentu istri harus memahami kondisi ini. Walaupun tidak ada suami masih ada anggota keluarga lain seperti ibu yang dapat menemani. Momen persalinan pun dapat di filmkan dalam kamera video, sehingga saat kembali dari dinas suami dapat melihat kelahiran buah hatinya.


BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Paradigma baru (aktif) yang disebutkan sebelumnya yang berdasarkan evidence based terkini, terbukti dapat mencegah atau mengurangi komplikasi yang sering terjadi. Hal ini memberi manfaat yang nyata dan mampu membantu upaya penurunan angka kematian ibu dan bayi baru lahir. Salah satu bentuk evidence based dalam asuhan persalinan adalah dukungan persalinan. Jika dahulu di Indonesia, tidak semua RS mengizinkan suami atau anggota keluarga lainnya menemani ibu di ruang bersalin, saat ini telah dikembangkan asuhan kebidanan dalam pemberian dukungan persalinan salah satunya adalah pendampingan suami/ anggota keluarga karena terbukti bermanfaat baik untuk ibu maupun pendamping selama persalinan. Beberapa faktor penghambat peran pendamping adalah suami tidak siap mental, suami sedang dinas dan tidak diizinkan pihak RS

B.     Saran
1.      Selama proses persalinan sebaiknya seorang ibu didampingi oleh suami atau seseorang yang yang dipercayainya.
2.      Sebaiknya RS yang tidak mengizinkan pendamping berada selama proses persalinan membuat kebijakan tentang hal ini.
3.      Mengingat besarnya manfaat seorang pendamping selama proses persalinan sebaiknya sebelum persalinan ibu sudah memutuskan siapa yang akan mendampinginya nanti selama persalinan.


DAFTAR PUSTAKA

Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI). (2013). Laporan Pendahuluan Survei Demografi Indonesia. Diakses Senin, 7 Oktober 2013, 09.35 WITA, from http://www.bkkbn.go.id.
Depkes RI. (2007). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta : Departemen Kesehatan Indonesia.
Bobak, I, M., Lowdwermilk. D. L, & Perry, S. E. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. (Maria A. Wijayanti & Peter I. Anugerah, Alih Bahasa). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. (buku asli diterbitkan tahun 2003).
Departemen Kesehatan RI. (2004). Asuhan Persalinan Normal. Edisi baru dengan resusitasi. Jakarta : Departemen Kesehatan RI
Departemen Kesehatan RI. (2001). Rencana Strategis Nasional Making Pregnancy Safer (MPS) Di Indonesia 2001 – 2010. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
Saifuddin, A. B, dkk. (2007). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal & Neonatal. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Ricci, S., & Kyle, T. (2009). Maternity & Pediatric Nursing. Philadelphia : Lippincott William & Wilkins
Sholihah, Lutfiatus, 2004. Persiapan dan Strategi Menghadapi Persalinan Sehat dan Alamiah. Jakarta : Diva Press.
Smith, M.J. (1999). A place for the partner? Expectations and experiences of support during childbirth. Midwifery, 15 (2) : 101 – 108. Doi : 1-.1016/ S0266 – 6138(99)90006 – 2. (Diunduh pada Sabtu, 5 Oktober 2013, 20.00 WITA).
Kainz, G., Eliasson, M., & von Post, I. (2010). The child’s father, an important person for the mother’s well – being during the childbirth : a hermeneutic study. Health Care for Woman International, 31 (7) : 621m – 35. Doi:10.1080/07399331003725499. (Diunduh pada tanggal 5 Oktober 2013, 20.30 WITA).





Tidak ada komentar:

Posting Komentar